Kejadian ini dimulai beberapa bulan lalu. Sudah 3 hari berturut-turut, tiap tengah malam, saya terbangun karena “mandi keringat” dan segera mengubah posisi tidur dengan kepala di bawah. Ya, saya tidur tepat menghadap kipas di samping kasur. Waktu itu, saya hamil 8 bulan. Mungkin bawaan hamil, rasanya panas bukan main.
Kami pun memutuskan membeli pendingin udara (AC). Mulai hunting AC di berbagai toko elektronik. Yang unik saat itu adalah, sales salah satu merk AC di toko tersebut mengatakan, bulan ini peningkatan penjualan AC cukup tinggi. Banyak yang beli saking panasnya, katanya. Termasuk, teman suami yang juga bercerita membeli AC karena sangat panas dan istrinya sedang hamil.
Untuk orang normal pun merasa memang cuaca jauh lebih panas daripada sebelumnya. Apalagi untuk orang hamil. Saya pernah baca di salah satu aplikasi parenting bahwa ibu hamil wajar memang akan merasa lebih cepat gerah daripada sebelum hamil. Ah, yang penting tidur nyenyak dulu.
Akhirnya, kami pun memutuskan membeli AC, padahal sebenarnya kami berdua bukan orang yang tahan dingin. Apalagi jika musim hujan, lantai di rumah kami sangat terasa dinginnya. Namun, karena tidur mulai tidak nyenyak, belum dengan keluhan saat hamil lainnya, membeli AC adalah jalan ninja kami, hehe.
Masa kecil tanpa pendingin udara
Sepertinya, pendingin udara saat ini memang menjadi bukan lagi barang mewah, tapi sebuah kebutuhan yang cukup banyak digunakan. Melihat rumah kecil dengan AC bukanlah hal baru. Di rumah asal dulu pun (rumah orang tua), jika tidak salah ingat, sudah menggunakan AC sejak kami kuliah. Padahal sejak kecil, rumah tersebut cukup adem tanpa AC. Entah mengapa terasa semakin panas.
Masih ingat rasanya sejuknya udara di kampung tanpa perlu menggunakan AC. Bahkan, kipas angin pun jarang digunakan. Sekarang, kipas angin bisa berputar 24 jam jika udara betul-betul terasa panas. Ada yang merasakan hal yang sama? Semasa kecil, apakah teman-teman sudah menggunakan pendingin udara?
Penyebab bumi semakin panas
Setelah saya baca beberapa sumber, penyebab udara semakin panas adalah karena adanya perubahan iklim.
Sebelumnya, apa itu perubahan iklim? Menurut Knowledge Centre Perubahan Iklim dalam situsnya dikatakan, perubahan iklim adalah perubahan signifikan pada iklim, suhu udara dan curah hujan. Hal ini disebabkan oleh naiknya temperatur bumi akibat dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca pada atmosfer bumi.
Sedangkan, menurut sehatq.com, gas rumah kaca adalah gas yang menahan sinar matahari di atmosfer sehingga terperangkap di permukaan bumi, dan membuat bumi semakin panas.
Pada dasarnya, panas dari matahari beberapa diserap, dan beberapa lainnya seharunya dipantulkan kembali ke luar. Namun, karena selimut polusi yang terjadi, timbullah efek perubahan iklim salah satunya adalah cuaca yang semakin panas.
Jujur, saya bukan aktivis lingkungan. Jadi hanya akan menulis menurut pandangan saya sebagai awam. Ya, sebagai awam, saya juga pernah bertanya dalam hati, kenapa bumi semakin panas?
Ternyata banyak sekali penyebabnya. Mulai dari fenomena alam, hingga aktivitas manusia. Namun, fenomena alam berada di luar kuasa kita bukan? Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, ternyata penyebab dan dampak pencemaran udara yang paling utama selalu terkait dengan manusia. Yes, kita.
Manusia dikatakan menjadi penyebab utama dan terbesar terjadinya pencemaran udara. Pun kita juga manusia yang merasakan dan mengeluh akan dampak terburuk dari terjadinya pencemaran udara.
Lantas, apa penyebabnya? Dalam sebuah artikel dijelaskan bahwa, penyebab polusi udara di antaranya:
1. Pembakaran; Contoh pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan rumah tangga, kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Polutan yang dihasilkan antara lain asap, debu, grit (pasir halus), dan gas (CO dan NO).
2. Proses peleburan; Misalnya proses peleburan baja, pembuatan soda, semen, keramik, aspal. Polutan yang dihasilkannya meliputi debu, uap, dan gas.
3. Pertambangan dan penggalian; Polutan yang dihasilkan terutama adalah debu.
4. Proses pengolahan dan pemanasan; Semisal proses pengolahan makanan, daging, ikan, dan penyamakan. Polutan yang dihasilkan meliputi asap, debu, dan bau.
5. Pembuangan limbah; baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Polutannya adalah gas H2S yang menimbulkan bau busuk.
6. Proses kimia; Semisal pada pemurnian minyak bumi, pengolahan mineral, dan pembuatan keris. Polutan yang dihasilkan umunya berupa debu, uap dan gas.
7. Proses pembangunan; Semisal pembangunan gedung-gedung, jalan dan kegiatan yang semacamnya. Polutannya seperti asap dan debu.
8. Proses percobaan atom atau nuklir; Polutan yang dihasilkan terutama adalah gas dan debu radioaktif.
Mengapa kita harus peka?
Pernah suatu hari saya menonton konten Instagram salah satu teman yang gencar menyuarakan soal hidup eco minimalis. Karena selain berdampak pada mental dan materi, ternyata juga berdampak pada lingkungan. Kok bisa?
Jadi teman saya di akun @visyabiru_ menyampaikan bahwa, salah satu gerakan mendukung eco minimalisnya dalam merawat bayi adalah, tidak membeli baju baru melainkan yang bekas pakai yang masih layak.
Selain itu, beliau juga menggunakan popok kain yang dicuci ulang, dan berbagai cara eco minimalis lainnya. Beliau memutuskan mengurangi limbah dimulai dari tidak menggunakan popok sekali pakai.
Jujur saya sangat kagum dengan kegigihannya. Saya pun sedikit tersindir dan mulai memikirkan, jika sekarang saja sudah panas begini, bagaimana kehidupan anak dan cucu saya kelak? Sepanas apa yang mereka rasakan? Ah, saya tidak bisa membayangkannya.
Saya pun mulai rutin menggunakan popok kain (klodi) yang sudah saya beli sejak beberapa tahun lalu (saat anak pertama). Tapi masih lebih sering menggunakan popok sekali pakai (pospak).
Saya akui jika sedang hujan atau tidak ingin repot, saya akan memakai pospak. Namun sekarang, cukup sering saya menggunakan klodi. Semoga bisa konsisten ya. Apalagi bumi hanya satu bukan?
Solusi polusi udara
Lantas, selain masalah popok sekali pakai, apakah ada lagi solusi lainnya? Bermodal dari browsing dan berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, saya pun mencoba mencari tahu soal solusi yang bisa kita perbuat, setidaknya dimulai dari diri sendiri, dan setidaknya meminimalisir polusi udara yang terjadi.
👉 Menggunakan kendaraan umum
Semenjak ada transportasi umum bus di kota kami, kami cukup sering menggunakan transportasi ini untuk berjalan-jalan. Selain bisa istirahat di jalan, menggunakan transportasi umum juga salah satu solusi yang bisa meminimalisir selimut polusi.
Jadi teringat waktu ke Malaysia dan Singapura 2016 lalu, jika ingin pergi ke mana saja, meski kami orang asing, terasa begitu mudah karena dijangkau oleh transportasi umum.
Naik kereta di kedua negara tersebut menurut saya jauh lebih mudah daripada naik kereta di negara sendiri, hehe. Panduannya lengkap, jalurnya juga banyak. Ya wajar sih karena negaranya juga kecil ya?
Tapi tidak apa kan berharap semoga saja suatu saat nanti, semakin banyak transportasi umum yang bisa beroperasi di seluruh Indonesia.
👉 Program “nebeng”
Ini pernah saya lihat di salah satu aplikasi, bahwa ada yang namanya aplikasi yang bisa membuat kita ”nebeng” mobil orang lain untuk pergi ke suatu tempat, meski kita tidak mengenal orangnya. Memang terlihat cukup menyeramkan ya, mengizinkan orang asing masuk ke mobil kita.
Namun ternyata cukup banyak yang memanfaatkan hal tersebut. Karena selain menghemat ongkos (bisa patungan bahan bakar), juga bisa mengurangi polusi dari kendaraan.
Harusnya saat ini sudah dengan sistem yang bisa membuat para member aplikasi lebih aman pastinya.
O ya, tahu kan kendaraan listrik? Meski saat ini kendaraan listrik juga sedang booming, dengan promosi jualan bahwa kita bisa menghemat BBM dan mengurangi polusi.
Namun ternyata secara kompleks hal ini katanya juga juga cukup mengkhawatirkan. Karena akan ada permintaan produksi kendaraan itu sendiri, produksi baterai, permintaan penggunaan listrik yang lebih tinggi, juga limbah baterai yang sulit ditangani.
👉 Pembatasan kepemilikan kendaraan
Menurut saya, salah satu kebijakan yang mungkin bisa dikeluarkan adalah mengenai pembatasan kepemilikan kendaraan. Meski pajak ditinggikan, jika seseorang memiliki uang yang melimpah, tentu tetap akan membeli mobil sesuka hatinya tanpa takut akan materi yang dikeluarkan. Namun, jika ada kebijakan pembatasan kepemilikan, orang-orang benar-benar akan membeli yang dibutuhkan saja, bukan diinginkan.
Tapi jika kebijakan ini ada, maka setidaknya juga ada kebijakan untuk menambah dan memperbaiki sistem transportasi umum lebih cepat.
👉 Daur ulang dan hidup minimalis
Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, kalau teman saya yang mengampanyekan soal eco minimalist ini memang sangat patut diapresiasi mengenai kehidupan minimalisnya. Jika terasa berat, kita bisa memulai sedikit demi sedikit. Mulai belajar decluttering misalnya, atau menahan diri belanja barang yang sudah kita miliki sebelumnya hanya karena ingin warna yang berbeda.
👉 Menyelamatkan hutan
Masih teringat kejadian kebakaran hutan di tahun 2015, di sebuah kabupaten di Kalimantan Selatan, tempat saya bekerja dulu. Saat itu, saya bekerja sebagai guru asrama. Efek kebakaran hutan yang berlangsung lama, membuat kami di asrama sesak dengan asap. Bahkan saat berjalan harus meraba-raba agar tidak tabrakan satu sama lain.
Jarak pandang maksimal hanya 1 meter kala itu. Ketika keluar di jalan raya, akan terlihat pohon yang terbakar di pinggir jalan. Itu pemandangan kebakaran terbesar dan terlama yang pernah saya lihat langsung. Bahkan kebakakaran-kebakaran kecil dengan mudahnya dilihat di lahan luas sebalah tembok sekolah.
Dikutip dari detik news, kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia mencapai sekitar 358 ribu hektare per 2021. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 lalu. Bahkan salah satu guru besar IPB berani mengklaim bahwa 99% penyebab kebakaran hutan adalah ulah manusia.
Padahal, hutan sangat membantu untuk meminimalisir polusi udara. Reboisasi adalah langkah yang saat ini juga digencarkan negara dan banyak aktivis lingkungan. Semoga saja kasus kebakaran hutan bisa segera diatasi.
Kesimpulan
Fenomena polusi udara yang tejadi membuat semakin banyak orang yang mulai sadar akan pentingnya mempelajari penyebab perubahan iklim dan solusinya.
Namun tidak hanya mempelajari, tapi juga menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar terbiasa memang berat awalnya, namun jika dirutinkan, saya yakin kita akan terbiasa. Seperti halnya tidak adanya lagi pemberian kantong plastik di minimarket. Awal diluncurkan cukup “aneh”. Namun pada akhirnya, kita sudah terbiasa membawa kantong sendiri saat berbelanja.
Sebagai wujud gerakan#UntukmuBumiku, mari jaga bumi tempat kita berpijak dengan cucu-cucu kita kelak. Ingatlah bahwa selimut polusi hanya membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim.
Yuk #MudaMudiBumi sebarkan kepedulian melalui kampanye mencegah #SelimutPolusi. Jadilah #TeamUpForImpact.
Sumber:
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/video/230-perubahan-iklim
https://umumsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/sumber-dan-penyebab-pencemaran-udara-97
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6150348/reboisasi-dan-8-manfaatnya-bisa-bantu-cegah-polusi-udara.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/edu/read/2022/03/25/183950071/guru-besar-ipb-99-persen-kebakaran-hutan-dan-lahan-ulah-manusia
Ilustrasi:
unsplash.com
shutterstock.com
via canva.com
Posting Komentar
Sebaiknya jangan anonim agar bisa saling mengunjungi ...
Komentar muncul setelah dimoderasi.
Terima kasih telah membaca dan berkomentar 😊
Salam kenal ...