Lebaran dan Hari Raya adalah nama lain dari Hari Idul Fitri. Ya, lebaran adalah momen di mana umat Islam bersukacita atas kemenangan menahan hawa nafsu saat berpuasa. Kita berharap, semoga amal ibadah saat Ramadhan diterima oleh Allah, dan kembali fitri alias mulai nol lagi di hari Raya Lebaran.
Berbicara tradisi unik saat Lebaran memang tidak ada habisnya. Bahkan di penjuru dunia lain juga memiliki tradisi unik tersendiri. Seperti di India yang mana ketika satu malam menjelang Idul Fitri, perempuan di India biasanya melakukan kebiasaan yang disebut Chaand Raat. Itu adalah kegiatan di mana mereka menghias tangan dan juga kaki mereka dengan henna (mehendi) dengan pola-pola menarik khas tato temporer ala India.
Tidak hanya itu, masyarakat India juga memiliki kebiasaan berbagi makanan manis dan sejumlah uang untuk keluarga. Mirip-mirip Indonesia sih ya kalau ini.
Mungkin di setiap daerah ada yang sama tradisinya atau berbeda sama sekali. Nah kali ini saya akan berbagi mengenai 6 khas tradisi orang Bugis di hari Lebaran. Mungkin akan berbeda ya soalnya Bugis itu cukup luas cakupannya. Namun berdasarkan pengalaman saya selama tinggal di daerah Maros-Pangkep, berikut tradisi menjelang atau pas Hari Raya yang saya ketahui. Langsung aja yuk disimak.
1. Mabbaca Doang
Sumber gambar: boneterkini.id |
Meski tidak semua, biasanya ada yang namanya kegiatan mabbaca sebelum lebaran. Semacam ngaji bersama. Tradisi mabbaca doang adalah tradisi nenek moyang, tujuannya mengirimkan doa kepada keluarga yang telah meninggal. Biasanya para tetangga laki-laki dipanggil untuk meramaikan. Mereka akan mendapatkan makanan yang sudah disajikan oleh tuan rumah. Makanan berupa beras ketan berwarna kuning dengan lauk ayam yang tersembunyi. Namanya kaddo minyak. Biasanya ada juga makanan lain seperti pisang, kue, dll.
2. Ziarah ke Makam Keluarga (Siara Kuburu’)
Biasanya masih pagi hari setelah salat Ied, atau sore hari kami tidak lupa untuk ziarah ke makam keluarga yang letaknya tidak jauh dari rumah nenek. Ada juga yang melakukannya sebelum puasa. Biasanya selain berdoa, kuburan dibersihkan dan memberi air dan daun pandan untuk diletakkan di atas kuburan.3. Makanan Khas Karbo yang Beragam
Selain opor ayam, makanan khas orang Bugis lainnya yaitu ikan bolu atau biasa disebut ikan bandeng. Ikan yang banyak durinya ini pun memang menjadi santapan sehari-hari, karena memang tersedia banyak di sana. Biasanya ikan bandeng dimasak berbagai jenis, seperti masak putih, kuning, atau dicampur dengan kelapa lalu digoreng. Tidak lupa abon kelapa yang nikmat sekali rasanya.Untuk karbo sangat variatif. Ada burasa’ yang terbuat dari daun pisang, juga ada yang namanya dau’ bunga berbentuk kotak dan berlapis-lapis, yang bungkusannya terbuat dari pandan. Isinya adalah beras yang dicampur dengan santan jadi terasa gurih. Dimakan bersama serbuk kelapa yang sudah diolah dengan rasa yang enak.
Sumber foto: kulinerkota.com (burasa, makanan khas lebaran) |
O ya ada juga yang namanya gogoso' yang terbuat dari beras ketan hitam dan putih, yang dibakar dengan kulit daun pisang. Intinya kalau jenis karbohidrat sangat banyak, bukan hanya ketupat dan lontong saja.
Biasanya makanan disajikan di atas nampan bundar yang cukup besar. Dengan piring-piring kecil seperti warung padang di atasnya. Kan ada tuh daerah lain pakai prasmanan, kalau di sini tidak. Cuma dengan nampan besar itu.
Sumber foto: https://makassar.tribunnews.com/ |
4. Ngumpul di Rumah Nenek
Setelah salat Idul Fitri, kami makan terlebih dahulu di rumah (note: makan berat) dan mempersiapkan diri menuju rumah nenek yang berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan.Sudah tradisi di hari lebaran bahwa para anak dan cucu ngumpul di rumah nenek. Sayangnya tahun ini saya tidak mudik ke kampung, hiks. Untung tetap bisa saling berbagi foto secara online. Itu karena internet menyatukan Indonesia. Dari berbagai daerah tetap bisa saling berkabar dan bertatap muka melalui video call.
Sumber foto: pribadi (kiriman foto keluarga di rumah nenek di Sulsel) |
5. Keliling Rumah Keluarga
Nah setelah ngumpul di rumah nenek, tiba saatnya siarah (berkunjung setelah OIdul Fitri) ke rumah keluarga lain yang berdekatan. Bisa sepupu, tante, atau siapapun. Intinya sehari itu bisa 4-5 rumah yang dikunjungi.Tidak jarang sampai di rumah pada malam hari. Kalau enggak kuat jangan coba-coba deh nikah sama orang Bugis hehe. Makan berat juga bisa dilakukan lebih dari 3x karena hampir setiap rumah menyediakan makanan berat. Di daerah lain juga sama sepertinya ya.
6. Anak-anak Keliling Rumah
Saat baru saja pulang sholat Ied dan belum berangkat ke rumah nenek, biasanya anak tetangga pada datang ke rumah-rumah orang. Dengan berteriak di depan rumah "siarah, siarah" secara berulang-ulang.Waktu kecil memang saya pun sering begitu. Keliling bersama teman bahkan juga mengunjungi tetangga yang tidak dikenal sekalipun. Kalau dulu, kami sering diizinkan masuk untuk makan dan minum. Saat ini secara harfiah anak-anak ingin minta ampau, hehe jadi kudu nyiapin uang THR. Biasanya sih uang baru. Kalau enggak ada THR, kasih snack atau kue juga mereka senang.
Nah itu dia tradisi lebaran orang Bugis. Kalau teman-teman tradisinya gimana di daerah masing-masing? Apakah sama atau berbeda? Aepertinya tradisi opor, ketupat, dan THR hampir setiap daerah ada ya. Apalagi sekarang semakin variatif berbagai macam model THR dan hampers Lebaran.
Tidak Bisa Mudik (Lagi)
Terakhir saya pulang ke rumah Mama di Sulsel itu karena nikahan adik bungsu di bulan November 2019. Jadi pas pandemi baru mulai di tahun 2020, kami akhirnya lebaran bertiga saja di rumah. Mau ke rumah mertua yang jaraknya sekitar 5 jam naik mobil pun tidak bisa karena ada larangan bertemu dengan keluarga dari pihak kantor mertua.Di tahun 2021 juga sama. Ada larangan mudik sehingga seluruh pesawat tidak boleh beroperasi. Namun Alhamdulillah masih bisa lebaran di rumah mertua. Tidak lagi hanya bertiga dengan suami dan anak.
Nah, di tahun 2022 ini, kami sudah berencana untuk mudik ke Sulsel. Tapi lagi-lagi gagal namun dengan alasan lain. Saya dalam kondisi hamil tua, tidak memungkinkan untuk berjalan jauh. Naik mobil beberapa jam saja sudah terasa sekali lelahnya. Bidan juga merekomendasikan, jika memang mau mudik beda pulau, harus stay di sana hingga melahirkan. Waduh, gak bisa. Saya tetap maunya melahirkan didampingi suami seperti lahiran pertama.
Akhirnya kami memutuskan untuk mudik kembali ke rumah mertua. Alhamdulillah, meski tidak bisa mudik ke Maros, saya memanfaatkan internet untuk tetap bersilaturahmi.
Saya meminta tolong adik juga untuk membungkus bingkisan THR untuk sepupu-sepupu Aurora di sana. Dengan kecanggihan internet, saya tinggal memesan plastik, amplop, stiker, dan snack grosir secara online dan mengirimnya ke rumah adik. Saya juga bisa mengirim hampers melalui online dan bertatap muka saat lebaran dengan video call.
Hampers THR buat sepupu-sepupu Aurora |
Saya menggunakan jaringan IndiHome di rumah mertua meski letak rumah terpencil, namun jaringan tetap lancar. Video call dengan keluarga di Sulsel jadi lebih mudah dan aman. Begitulah internet menyatukan Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, kita bisa tetap silaturahmi tanpa batas dengan kehebatan internet stabil dari IndiHome.
Penutup
Itu dia cerita saya tentang tradisi suku Bugis saat lebaran. Saya sangat berharap, semoga bisa kembali mudik dan panjang umur di tahun depan. Sudah rindu sekali keluarga besar di sana dan dengan masakan Bugis saat lebaran.Tapi, meski saat ini belum bisa mudik, yuk tetap silaturahmi tanpa batas dan saling memaafkan kembali. Mumpung masih suasana Idul Fitri, belum telat untuk bersilaturahmi. Internet menyatukan Indonesia meski tidak bisa bertemu langsung. Tradisi Hari Raya akhirnya tetap bisa saya lakukan meski berjauhan.
Sumber:
https://www.99.co/blog/indonesia/tradisi-lebaran/
https://telisik.id/news/tradisi-mabbaca-doang-dan-masiara-kuburu-suku-bugis-di-hari-raya-idul-fitri
Paling suka saat lebaran di Bugis itu kalau kumpul di rumah nenek trus bikin berbagai macam makanan tradisional
BalasHapusSeru banget ini tradisinya. Sebenarnya kalau di lihat sekilas-sekilas sih agak mirip juga sama di tempat aku.
BalasHapusNgga jauh beda ya kak Tri sama di Jawa, ziarah ke makam juga jadi salah satu tradisi kami. Oh ya sama satu lagi, nyalain kembang api pas malam takbir juga jadi hal wajib nih di kampung aku wkwk jadi rameee bangett
BalasHapusngiler banget liat makanan khasnya kak huhu
BalasHapusWah tradisinya menarik. Aku jadi ngiler mau ngerasain berbagai karbo dari Bugis. Kalau keliling rumah, kumpul di rumah nenek, ksh thr juga jadi tradisi di Jawa
BalasHapusBurassa ini hampir sma kak kayak tempatku, tp namanya buras aja, hihi.. MasyaAllah.. Budaya lebarannya semogs tetap lestari ya. Aku pun lebaran jauh dr keluarga, untungnya internet menyatukan kita nih..
BalasHapusWah,seru sekali ya kak kumpul lebaran dan bertemu dengan keuarga besar.. Baru tahu juga nih adat dan tradisi lebaran suku bugis ini..
BalasHapusBerbeda nama, tapi mirip banget dengan tradisi urang Sunda dan wong Jowo
BalasHapusMungkin karena satu rumpun
Berbeda dengan orang India yang punya kebiasaan Chaand Raat, sangat berbeda dengan runpun Melayu
Seru juga ya ngasih hampers lebaran sebagai pengganti THR, boleh juga nie tahun depan mau nyobain. Kebiasaan ngasihnya amplop doank sih haha
BalasHapusBurasa ini kayaknya mirip dengan nasi buras kalo di tanah Sunda. Penampilan nya mirip. Seperti lontong tapi lebih padat.
BalasHapusNah kalau di Jawa Timur beda lagi kayaknya kak Eka hihi, kalau di sini lebih ke lepet kali yah, beras ketan gitu dikasi kacang. enak gurih
HapusNenek datok saya pun bugis bone, tapi sayang dari kecil sudah merantau ke Kalimantan Barat, sehingga saya sendiri dibesarkan sudah menggunakan bahasa melayu, walau kalo ada kumpul keluarga mereka masih menggunakan bahasa bugis, tapi sama sekali saya tak faham.. tapi adat2 menjelang lebarannya hampir sama, masih dilaksanakan sampai saat ini.
BalasHapusBerkumpul di rumah Nenek atau keluarga yang paling tua pun terjadi di keluarga Mbojo seperti saya, Kak Tri. Momen momen yang paling dirindukan oleh anak dan cucu jelang Idul Fitri tiba.
BalasHapus