Kaki dan tangan saya pun terasa ngilu. Rasanya ingin terus menggerakkan mereka agar ngilu ini tidak terlalu terasa.
Saya takut, saya pernah 3x demam berdarah. Ciri-ciri meriang dan anggota tubuh yang ngilu adalah salah satu ciri-ciri DBD yang pernah saya rasakan.
Mama yang sudah sekitar 3 minggu berada di rumah kami pun juga khawatir. Ya, Mama terbang jauh dari pulau sebelah untuk menemani anak gadis pertamanya ini melahirkan.
Akhirnya mama membuat ramuan tradisional berupa bawang merah dan minyak kelapa. Yang kemudian dioleskan di seluruh badan saya.
Sesuai perkiraan manual, harusnya saya melahirkan di tanggal 28 November 2017. Itu artinya 2 hari lagi. Tapi sejak pagi hingga malam tiba, tidak menunjukkan ada gejala makin membaik sama sekali. Bahkan saya tidak bisa tidur di malam Senin, perut saya kontraksi dan tangan juga kaki saya masih ngilu hebat.
Di malam itu pula, mama mendatangi saya ke kamar dan mengatakan kalau tangan dan kakinya pun ngilu. Sama seperti yang saya rasakan. Padahal mama tidak pernah seperti itu sebelumnya.
Akhirnya, sedikit-sedikit saya bisa tidur. Saat bangun salat subuh, tepat di tanggal 27 November, keluar darah saat saya ke kamar mandi.
Saya memberitahukan mama, mama bilang, "sebentar lagi Nak, kamu akan melahirkan."
Ah ternyata gejala yang saya alami sebelumnya adalah gejala ingin melahirkan (meski tiap orang beda gejalanya).
Gejala yang ternyata dirasakan juga sama mama saya. Sebuah ikatan yang entah darimana datangnya. Saya sudah merepotkan mama saya bahkan sejak sebelum melahirkan.
Sejak insiden keluar darah di subuh hari itu, saya masih diminta terus berjalan kaki oleh mama, termasuk ke penjual sayur depan komplek. Mama langsung membeli sayur katuk yang katanya bagus untuk ASI nanti.
Setelah mama memasak sayurnya, mama meminta saya makan. Di tengah pergulatan perut kontraksi seharian, mama terus mengatakan agar saya jangan baring. Terus berjalan meski bolak balik saja di dalam rumah.
Di rumah sakit pun di sore hari, saat itu saya masih pembukaan 1. Mama menemani saya mengelilingi air mancur di depan rumah sakit.
Saya baru merasakan kontraksi sekitar 14 jam lebih, yaitu sejak siang hingga tengah malam, mulesnya luar biasa, bagaimana mereka yang berhari-hari?
Akhirnya sekitar jam 3 pagi, tepat sesuai HPL saya, di tanggal 28 November 2017 saya melahirkan. Dengan drama kontraksi dan pembukaan yang luar biasa.
Saat masih pembukaan, bidan berulang kali meminta mama saya ke luar ruangan, hanya satu orang pendamping yang diperbolehkan (saat itu bersama suami).
Namun saya bisa melihat betapa khawatirnya mama saya. Dia bolak balik seperti tidak tahu ingin kemana.
Mama menyemangati saya ketika bidan terlihat sangat sibuk (karena di bangsal persalinan ada sekitar 5 orang yang bersamaan mau melahirkan, dengan hanya 3 orang bidan).
Syukurnya, persalinan akhirnya lancar, tanpa pendarahan (Ya, di depan saya ada yang pendarahan, dan itu betul-betul menakutkan).
Di samping saya bahkan ada seorang ibu yang sudah 3 hari hanya stuck di pembukaan 6. Saya tidak bisa membayangkan betapa sakitnya itu. Karena saat melahirkan saya bahkan berkata dalam hati saya bahwa saya tidak akan melahirkan lagi.
"Cukup 1 kali saja!", batin saya waktu itu saat sakitnya terasa luar biasa. Rasa sakit melahirkan adalah rasa sakit yang paliiiiing sakit di antara sakit yang pernah saya rasakan. Kalah dengan luka bakar tingkat 2 sebelumnya yang saya dapat dari kecelakaan tunggal beberapa tahun lalu. Padahal luka bakar itu sembuhnya menunggu hingga 2 bulan. Serius!
Syukurnya, ASI saya langsung keluar saat saya sudah dipindahkan ke ruang pemulihan saat itu. Mungkin ini berkat sayur katuk mama dan do'a beliau.
Kamar BPJS yang saya tempati cukup lebih baik daripada bangsal sebelumnya. Diisi oleh 2 orang ibu yang habis melahirkan, dengan pendingin ruangan dan kamar serta toilet yang bersih.
Mama juga membantu saya mandi saat jahitan masih begitu perih bahkan untuk sekadar memutar posisi tidur.
Saat di kamar mandi saya bilang sama mama, "maaf ya Ma, Tri masih merepotkan di usia sudah 25 tahun ini". Mama menjawab sambil menangis, "tidak Nak, tidak merepotkan. Yang penting kamu dan anakmu selamat."
Bisa ditebak selanjutnya, sekitar seminggu Mama membantu saya memasak dan menjaga si kecil agar bisa tidur atau makan sejenak.
Mama juga memberi saran obat bawang merah dan minyak kayu putih untuk bayi saya yang terkena flu di usia 2 hari.
Syukurnya, obat itu manjur dan sampai sekarang masih saya gunakan. Di usia Aurora 3 tahun ini, jika aurora pilek, maka saya tidak pernah membelikan dia obat. Cukup bawang merah dan minyak kayu putih, biasanya dia akan segera sembuh.
Menurut saya, seorang Mama, Ibu, Bunda, Umi, atau siapapun namanya adalah seorang malaikat hebat yang Tuhan kirimkan kepada seorang anak manusia.
Mereka memiliki hati luar biasa dengan segala problema hidup berumah tangga. Harusnya, ibu diberikan penghargaan khusus yang bisa menjadi simbol penghormatan atas jasanya.
Bagaimana kalau hadiah Medali Nobel saja? Iya Nobel! Itu lho penghargaan bergengsi seluruh dunia.
Menurut saya, ini adalah 5 alasan bukti kehebatan seorang ibu sehingga laik mendapat hadiah Medali Nobel:
Ibu Mencintai Tanpa Syarat
Sebelum kita menikah, tentu ada momen yang mana kita harus melihat calon pasangan terlebih dahulu. Momen di mana kita bisa memutuskan akan jatuh cinta atau tidak. Akan menerima atau tidak sebagai suami.
Tapi sangat beda dengan ketika ibu hamil. Ibu bahkan belum melihat rupa kita, bagaimana watak kita, tapi ibu sudah mencintai kita dengan sepenuh hati jauh sejak sebelum kita lahir.
Ibu Tidak Lagi Memikirkan Dirinya Sendiri
Setelah melahirkan, seorang ibu pasti betul-betul susah untuk menemukan waktu untuk sekadar me time melakukan apa yang disuka.
Seorang perempuan yang awalnya mengurus diri sendiri saja mungkin tidak becus, mau tidak mau setelah menikah dan melahirkan, harus mengurus suami serta anak.
Kebutuhan dan keinginan ibu akhirnya menjadi nomor kesekian ...
☑ Saat hamil misalnya, menahan diri dari nikmatnya mie instan, durian dan nanas.
☑ Saat melahirkan, masih menahan diri dari makanan yang katanya tidak baik untuk ASI.
☑ Saat anak sudah disapih dan sudah bisa makan mengikuti menu keluarga, ibu sebisa mungkin masak yang disukai anak.
☑ Di warung pun begitu, hanya memilih menu yang bisa dimakan bersama anak. Meski rasanya ingin sekali menu lainnya, tapi takut mubazir jika kebanyakan.
☑ Ibu ngantuk? Tidak bisa tidur dulu kalau anak belum mau tidur. Jika anak sudah tidur, baru boleh ibu tidur, hehe.
☑ Mau beli ini itu? malah berpikir, "ah, mending beli popok!"
Begitulah sebagian kecil contoh di mana saat kebutuhan dan keinginan ibu tidak lagi menjadi yang utama.
Ibu Sarjana Banyak Jurusan
"Semua ibu adalah bekerja!"
Kalimat pembuka yang saya temukan dalam sebuah buku parenting yang pernah saya baca. Mau di rumah aja, mau di luar, semua ibu tetap bekerja.
Gemes kalau ada yang bilang ibu rumah tangga itu enggak kerja. Sini saya jabarkan faktanya ya:
☑ Ibu merawat, memberi makan, dan menidurkan anak = profesi Babby Sitter.
☑ Ibu mengajarkan anak banyak hal = profesi Guru.
☑ Ibu mengatur kerapihan rumah, mencuci baju dan piring, menyetrika, belanja ke pasar = profesi Asisten Rumah Tangga.
☑ Ibu memilih menu, memasak = profesi Chef/Koki.
☑ Ibu mengatur keuangan = profesi Akunting/Financial Planner.
☑ Ibu merawat saat anak sakit = profesi Suster dan Dokter.
Belum termasuk ibu melayani suami kan? hehe. Ibu harus pandai merawat kecantikan, setidaknya untuk membahagiakan suami dan sebagai bentuk mencintai dirinya sendiri.
Belum termasuk mengurus usaha online shop, atau meluangkan waktu mengoprek blog, riset maupun menulis bagi seorang freelance writer.
Berbagai profesi di atas dilakukan hanya oleh 1 orang saja (ibu tanpa ART seperti rata-rata orang Indonesia pada umumnya).
Tanpa ilmu memadai hanya bermodalkan otodidak dari bertanya, nasihat, atau browsing di mesin pencari. Namu terkadang masih terus disalahkan jika ada perkembangan anak yang tidak sesuai yang seharusnya. Hmmmm ....
Harusnya, berapa gaji yang diterima seorang ibu dengan berbagai profesi yang ditekuni sekaligus? Belasan juta? Puluhan juta? Atau berapa?
"Tapi kan banyak ibu-ibu rumah tangga yang kerjanya cuma nongkrong ngobrol sama tetangga."
Sini saya beritahu. Jadi ibu rumah tangga itu memang unik. Ada kalanya sibuknya terlalu sibuk, yaitu ketika anak rewel, susah makan, anak sakit, dll. Ibu bisa tidur hanya 3 jam atau bahkan tidak tidur sama sekali dalam 24 jam.
Tapi ketika semua urusan sudah selesai. Anak anteng, rajin makan, enggak nangis, saat itulah ibu bisa mempunyai waktu luang.
Apa yang salah dengan sekadar menghibur diri berbagi cerita dengan ibu-ibu lainnya? Sama saja ketika orang kantoran yang sedang lowong tapi mereka berkumpul untuk ngobrol bukan?
Ibu (harus) Kuat
Sebagai seorang perempuan, mau tidak mau ibu harus kuat. Melakukan banyak kegiatan multitasking agar bisa melakukan semuanya.
Saya pernah melihat ibu yang bekerja di luar dan memiliki bayi. Setelah bayinya berusia 6 bulan (sudah MPASI), anaknya diurus neneknya saat dia bekerja, tapi dia masih menyempatkan jam 3 subuh untuk masak MPASI. Mompa ASI, dan memandikan anak sebelum bekerja.
Saat bekerja di kantor pun setiap 2-3 jam sekali melakukan pompa ASI lagi. Pulang kerja masih mengurus anak sambil mengurus kerjaan yang belum kelar, dan kadang begadang karena anak terbangun.
Ya, meski ada yang akhirnya terkena baby blues atau paling parah post partum depression (gejala stress setelah melahirkan), tapi pada akhirnya ada yang bisa bertahan.
Belum lagi ada yang menerima tekanan dari tetangga karena lahiran caesar, dimarahin mertua karena enggak keluar ASI, bahkan ada yang anaknya masih kecil, suaminya sudah selingkuh lagi karena pusing mendengar tangisan anak di rumah.
Ibu adalah perempuan dengan tulang rusuk bengkok tapi (harus) kuat!
Ibu Kerja 24 Jam, Setiap Hari, Seumur Hidup
Adakah di sini yang pengen diberi pekerjaan yang tidak digaji, dan harus siap setiap saat 24 jam selama seminggu?
Nah, ibu punya jam kerja selama 24 jam seminggu. Tanpa libur, tanpa istirahat. Harus siap kapanpun dipanggil. Mau jam 1 malam, jam 2 malam, pokoknya harus ready.
Jika 1 sampai 2 tahun pertama, ibu pasti akan lupa yang namanya tidur nyenyak.
Ini berlangung kurang lebih hingga anak-anak bisa mandiri. Mungkin 5 tahun? 10 tahun? Atau seumur hidup bagi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Bahkan anak sudah mandiri pun masih bisa merepotkan ibunya, termasuk saya dulu ketika sakit, akan menikah dan melahirkan. Bahkan juga ada kan yang di mana ibu yang meminta tolong ibunya untuk mengurus cucunya.
Penutup
Saya berterima kasih, untuk ibu saya di rumah, untuk ibu mertua, untuk ibu guru saya dulu, dan semua ibu-ibu siapa saja yang telah berbaik hati berbagi ilmu dan sharing agar ibu lain bisa terbantu.
Saya berharap, semoga para ibu di seluruh dunia ini bisa bahagia. Karena ibu yang bahagia, maka suasana rumah dan anak juga pasti akan bahagia.
Saya pribadi sebagai ibu, berharap semoga saya bisa terus belajar menjadi ibu yang baik. Yang bisa belajar dari kesalahan, dan menjadi tauladan untuk anak saya.
Untuk siapa saja yang belum menikah dan masih memiliki ibu, saya berpesan, rawatlah ibumu sebaik mungkin. Jangan sakiti hatinya, minta maaflah jika melakukan kesalahan. Berikan hadiah yang ibumu suka jika kamu memiliki uang berlebih. Teleponlah jika kalian jarang bertemu. Ibumu pasti selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Untuk yang ibunya (maaf) sudah Allah panggil lebih dulu 😢, mari berusaha untuk jadi anak soleha-solehah bagi yang Muslim (pengingat juga buat saya). InsyaaAllah do'a anak solehah akan terus mengalir dan menjadi ladang pahala kelak buat sang Ibunda tercinta 😊
Terakhir, dari semua poin di atas, seperti yang saya katakan sebelumnya, menurut saya seorang ibu pantas mendapat hadiah Medali Nobel.
Bagi yang belum tahu, menurut Wikipedia, Medali Nobel adalah penghargaan tertinggi yang dianugerahkan kepada seseorang karena dianggap mempunyai jasa besar terhadap dunia.
Itulah mengapa saya katakan ibu (harusnya) mendapat Medali Nobel. Karena ibu memiliki jasa besar sebab ibu yang telah melahirkan, merawat dan mendidik anak-anak berprestasi seperti halnya para peraih Nobel.
O tidak! Saya salah! Medali Nobel bahkan tidak cukup!
Semua jasa-jasa ibu seyogyanya tidak bisa lunas dibalas meski dengan penghargaan tertinggi sekalipun bukan?
"Tulisan ini diikusertakan dalam Lomba Blog FBB X Gloskin, dengan Tema: Hadiah terindah untuk Ibu"
Tapi ibuku dah pulang :(
BalasHapusTurut berduka cita Kak :-s , semoga Ibu tenang di sana, diterima segala amal ibadah, dan diampuni dosa beliau. Aamiin ...
HapusBetul banget, ibu itu sarjana segala hal deh. Saat sakit juga tetap harus kuat ngurus anak, suami, dan urusan rumah tangga lainnya.
BalasHapusSemoga sehat selalu untuk ibunya Kak Tri yaaa 🙏
hihihihi dulu saya hamil pertama kali, menahan diri banget dari permicinan, cuman ngemil biskuit atau roti, no makan junkfood, no MSG, sampai-sampai saya mual cium bakso, mie instan pula.
BalasHapusNanti anak kedua, sempat makan indomie saking ga mau makan selama beberapa lama :D
kayaknya ada yang belum disebutkan tadi profesinya itu Mak, Ibu juga itu security lho, menjaga anak dan rumah ketika Suami sedang keluar bekerja kan.
BalasHapusmemastikan keadaan rumah aman sebelum tidur, yaaa demikianlah, Ibu.
super sweet story, mbak. Iya yaa perjuangan melahirkan anak pertama itu barulah kerasa betapa penting peran ibu selama ini. aku pun sempat kapok banget melahirkan, LOL. Perlu healing 4 tahun barulah mau hamil lagi.
BalasHapusMba, terharu banget aku baca birth story-nya.. luar biasa memang perjuangan dan pengorbanan seorang ibu yaa. Seorang Ibu harus siaga 24 jam, bahkan kadang kurang makan, tidur, istirahat, tapi harus tetap bisa waras menjaga buah hati dan mengurus rumah :)
BalasHapus